Padang, PilarbangsaNews
Siapa tak kenal dengan Makmur Hendrik (MH), novelis dengan cerita bersambung (cerbung) Tikam Samurai di Harian Singgalang sejak tahun 1980-an.
Cerita bersambung MH ini sudah menjadi santapan menu utama pembaca kala itu setiap harinya. Manakala Singgalang tidak terbit satu hari saja, pembaca langsung protes dan bertanya ke Redaksi Singgalang, kenapa tidak terbit. Atau Singgalang terbit tapi cerbung tidak ada, maka pembaca lebih kesal lagi, apa gerangan yang terjadi dengan MH. Begitu benarlah pembaca mabuknya dengan cerbung MH ini.
Maklum suatu kebiasaan (kakobeh) MH adalah menulis sehari menjelang penerbitan, dikejar waktu (deadline). Sesekali tentu bergawa juga. Maklum sepandai- pandai tupai melompat, suatu ketika jatuh juga. Adalah tabu bagi MH menghimpun tulisan untuk beberapa edisi/hari penerbitan pada untuk media tertentu.
Cerita bersambung Tikam Samurai itu setidaknya sudah berusia 40an tahun lalu. Namun minat pembacanya masih ada, maka sejak tahun 2020 kembali dimuat dalam bentuk blog spot online. Dan Harian Singgalang dibawah Pemimpin Redaksi Khairul Jasmi juga mereborn cerbung tersebut di media cetaknya.
Kata Kaje, antara Singgalang dan MH adalah ibarat aur dengan tebing. Saling “sanda menyanda”. MH terkenal karena cerbungnya dimuat Singgalang. Dan Singgalang hebat dan terkenal salah satunya karena cerbung MH.
Selain cerbung Tikam Samurai (12 jilid), MH juga telah menulis novel Si Giring-Giring Perak (7 jilid), Melintas Badai (1983), Terjebak di Perut Bumi (1984), Di Langit Ada Saksi (1986). Cerita lainnya adalah; Jangan Menangis Mama, Palimo Agam, Intan Suri, Romusa dan Sakai (2010).
Dengan sejumlah karyanya itu, Ketua Hamas Sumbar Isa Kurniawan putra Alm Pasni Sata menginisiasi sebuah acara “78 Tahun Sang Maestro Penulis Indonesia Makmur Hendrik”. Kegiatan ini didukung oleh PSH (Pusat Studi Humaniora) Unand, Harian Singgalang, Gebu Minang dan Bank Nagari, pada Rabu (4/6/2025) bertempat di Convention Hall Unand, Kampus Limau Manis Padang.
Hadir sejumlah petinggi Unand, yakni Sekretaris Universitas Dr Aidinil Zetra mewakili Rektor sekaligus membuka acara yang disaksikan langsung “Sang Maestro” Makmur Hendrik yang datang dari Pekanbaru, Riau.
Aidinil Zetra menyampaikan, peringatan 78 tahun Makmur Hendrik bukan sekadar ulang tahun semata, tetapi bagaimana menggali semangat, keberanian dan nilai-nilai kemanusiaan yang hidup dalam setiap kata yang ditulis Makmur Hendrik.
“Karya-karya Pak Makmur Hendrik kaya akan nilai budaya dan kearifan lokal dan telah menjadi lentera yang menerangi jalan kita dalam memahami kompleksitas kehidupan,” ujar Aidinil.
Disebutkan, karya Makmur Hendrik Tikam Samurai, bukan sekadar novel. Lewat tokoh Si Bungsu, didapat pelajaran bahwa dendam tidak selalu harus dibalas dengan darah, tetapi bisa disucikan menjadi kehormatan yang menyelamatkan martabat. “Aku tak perlu membunuh. Karena harakiri adalah milik mereka yang kalah terhormat. Tulis Pak Makmur Hendrik lewat Si Bungsu,” kata Aidinil.
“Ini merupakan sebuah kalimat yang bukan hanya estetis, tapi bernas secara moral. Ini mengajarkan kepada kita, para pendidik, seniman dan pemimpin, bahwa kekuatan tertinggi manusia bukan pada tikamannya. Melainkan pada pengampunan yang lahir dari keberanian dan keteguhan batin,” ucap Aidinil.
Sebelumnya Isa Kurniawan menyampaikan bahwa acara ini bagian dari bagaimana menghargai para seniman, baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat, yang telah menghasilkan karya-karya yang fenomenal dan melegenda. Mudah-mudahan dengan acara ini, dapat memantik mahasiswa, atau kaum muda, untuk bisa berkarya melebihi para seniman pendahulu mereka.
“Ini bagian dari gerakan berkesenian dan berkebudayaan. Dengan gerakan inilah kita membangun peradaban. Saat ini, adab itu yang sudah terdegradasi,” ujar Isa Kurniawan yang aktivis itu.
Testimony Speech, disampaikan oleh diantaranya Irjenpol Purn Syafrizal Akhyar, murid pertama perguruan silat Patbanbu yang didirikan Makmur Hendrik. Putra Koto Tangah Padang ini, sangat menaruh hormat dan kagum kepada sosok pribadi Makmur Hendrik. Ia mengatakan, kalau bukan karena gembelengan Suhu Bang Makmur Hendrik di perguruan Silat Pat Ban Bu, ia tidak jadi seperti sekarang.
“Sebelumnya waktu remaja hanya pengambil batu dan pasir, ke sawah malambuik padi, mairiak dan manyabit. Dan suatu ketika, saya tampil bersilat dalam suatu acara yang juga dihadiri Gubernur Harun Zain. Usai acara silat tersebut, Harun Zain menghampiri dan menyapa dengan nada memuji penampilan saya. Lalu Gubernur bertanya, mau jadi apa, dan langsung saya jawab jadi tentara.”
“Esoknya dialog saya dengan gubernur tersebut menjadi berita di harian Singgalang. Tentu semua karena ditulis Bang Makmur yang juga wartawan.
Jadi dalam hidup saya Bang Makmur adalah panutan dan suhu yang setiap bertemu saya mencium tangan beliau,” kata Syafrizal Akhyar.
Sementara Khairul Jasmi memandang Bang Makmur, selain Abang juga teman. “Mungkin saya yang bisa bergara-garah dengan beliau. Yang lain hormatnya minta ampun. Tapi bang MH adalah sosok yang amat peduli dengan kawan dan bawahan tidak pernah dianggap bawahan. Baginya tak ada batasan, sama saja. Tatungkuik Tatilantang,” kata Kaje.
“Ketika menjadi Pemred di Harian Semangat, pertama yang dia minta adalah naikan gaji wartawan yang amat tidak manusiawi,” kenang wartawan senior Zulnadi yang juga hadir pada acara tersebut.
Di era MH pulalah Harian Semangat berani memberitakan kasus, apakah itu korupsi, susila dan politik. Ingat kasus keterlibatan beberapa oknum anggota DPRD sebagai partai terlarang. Makmur Hendrik lah Pemrednya saat itu.
Untuk itu, momen memperingati 78 Tahun Bang Makmur di Unand tersebut dijadikan reuni kecil-kecilan oleh alumni Harian Semangat. Terlihat hadir Nofi Sastra, Fitri Adona, Khairul Jasmi yang sejak pukul 8.00 sudah tiba di gedung tersebut, meskipun acaranya molor hingga 09.30 WIB.
Testimoni juga muncul dari Prof Haris Effendi Thahar. Katanya antara dia dan Bang Makmur adalah adik- kakak. “Saya banyak belajar dengan beliau dan saya pun senang bila disuruh suruh beli rokok dan kopi. Dan saya juga murid beliau di perguruan silat Pat Ban Bu,” kata Prof Haris.
Dr Syaifullah yang didaulat dadakan menyampaikan testimoni. Dikatakannya, dia sudah kenal MH sejak tahun 1966 yang sama sama bergerak melakukan aksi demo bubarkan PKI di Kota Bukittinggi.
Acara juga diselingi baca puisi oleh Dr Andria C Tamsin (Dosen UNP/Penyair), Rizal Tanjung (Penyair), Fauzul el Nurca (Penyair), Eka Teresia (Guru SMKN 6 Padang/Pegiat Literasi Nasional), Patra Rina Dewi (Aktivis), Resa Yuliana dan Silvia Kinanti dari mahasiswa.
Acara ini sekaligus memperingati 21 tahun wafatnya penyair Hamid Jabbar. Aidinil menyebutkan bahwa Hamid Jabbar adalah “Pahlawan Puisi” yang gugur di “Panggung Kehidupan”, yang menggenggam kata-kata hingga akhir hayat.
Sementara doa dibacakan oleh Buya Mas’oed Abidin, yang merupakan ulama yang juga penulis, yang merupakan kakak dari almarhum Hamid Jabbar.
Hamas juga memberikan Piagam Penghargaan Life Achievement Award kepada Makmur Hendrik atas dedekasinya selama ini di dalam berkesenian dan berkebudayaan. Dan tak lupa dilakukan pemotongan tumpeng oleh Makmur Hendrik yang telah disiapkan oleh panitia.
Turut hadir Ketua LKAAM Sumbar Prof Fauzi Bahar Dt Nan Sati, Direktur PSH Unand Dr Hary Effendi Iskandar, Dewan Pakar PSH Dr Zulqqayyim, Kepala Dinas Pariwisata Padang Yudi Indra Sani mewakili Walikota Padang, serta para seniman dan budayawan, pengurus Patbanbu dan ratusan mahasiswa. (Rel)