Agam, PilarbangsaNews
Pagi itu, angin laut berembus lembut disertai hujan di Pantai Pasir Tiku. Perahu-perahu nelayan tampak bersandar seadanya di tepi pantai, sebagian di antaranya mulai lapuk dimakan usia. Ombak yang dulu membawa harapan, kini sesekali menggulung pasir tanpa jejak aktivitas pelabuhan yang dulu ramai.
Disinilah Irman Gusman, Anggota DPD RI asal Sumatera Barat, berdiri di antara masyarakat dan para nelayan, Jumat (24/10/2025). Dalam kunjungan ke Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Tiku, ia mendengarkan satu per satu keluhan dan harapan warga pesisir yang hidup dari laut namun kian terhimpit keterbatasan fasilitas.
“Pantai Pasir Tiku sudah lama tidak tersentuh oleh program negara. Tidak ada kolam pelabuhan di sini. Karena itu, kita perlu kerja bersama antara pemerintah daerah, provinsi, dan pusat agar kesejahteraan nelayan bisa meningkat,” ujar Irman Gusman.
Kunjungan itu juga dihadiri Sekda Kabupaten Agam, kepala dinas, camat, wali nagari, dan tokoh masyarakat. Dalam dialog tersebut, Irman menyebut dua langkah konkret yang akan diupayakan. Pertama, pengerukan muara sungai agar kapal nelayan bisa keluar masuk dengan lancar. Kedua, mendorong agar program nasional Kampung Nelayan Merah Putih diterapkan di Tiku pada tahun 2026.
“Kami berharap masyarakat ikut menyiapkan lahan dan persyaratan lain. Kalau semua terpenuhi, insyaallah program ini bisa kita dorong di kementerian,” katanya.
Bagi warga Tiku, kehadiran Irman memberi secercah harapan baru. Rosva Deswira, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKPP) Agam, mengatakan pelabuhan perikanan menjadi kebutuhan paling mendesak bagi nelayan setempat.
“Dulu kita punya pelabuhan, tapi karena langsung berhadapan dengan laut lepas, lama-kelamaan tergerus ombak dan kini tinggal nama. Sudah sejak 2004 masterplan-nya ada, lengkap dengan amdal dan sarana prasarana, tapi belum bisa terealisasi karena kewenangan dan anggaran,” kata Rosva.
Ia menambahkan, pemerintah daerah telah berulang kali mengajukan proposal ke Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Namun, keterbatasan fiskal nasional membuat proyek ini belum menjadi prioritas.
Sementara itu, Zawirman, seorang tokoh masyarakat sekaligus nelayan senior di Tiku, menatap laut dengan pandangan penuh makna. Ia telah puluhan tahun menggantungkan hidup dari jaring dan ombak.
“Kami sangat berharap pelabuhan dan kolamnya bisa dibangun lagi. Sekarang ini, perahu kami semakin sedikit karena tempat berlabuhnya tidak ada. Kalau pelabuhan hidup lagi, ekonomi pasti ikut tumbuh,” ujarnya.
Bagi para nelayan Tiku, laut bukan sekadar tempat mencari ikan, ia adalah bagian dari hidup dan identitas. Harapan mereka sederhana, ada tempat bersandar yang layak, agar mereka bisa melaut dengan tenang, menafkahi keluarga, dan menjaga warisan pesisir untuk generasi berikutnya. (Gilang)










