Agam, PilarbangsaNews
Aroma biji kopi yang baru disangrai menyeruak dari sudut-sudut Perkebunan Kopi Arabica Lasi di Kecamatan Candung, Kabupaten Agam, Sabtu (25/10/2025). Di tengah udara sejuk perbukitan, Anggota DPD RI asal Sumbar, Irman Gusman, tampak antusias mengikuti setiap proses pembuatan kopi dari memetik buah merah, menjemur biji, memanggang dengan alat tradisional, hingga menyeduh dan menyeruput hasilnya yang menggoda.
“Saya menikmati kopi Lasi ini dengan penuh rasa bangga. Rasanya tidak kalah dengan Starbucks. Bahkan, ada cita rasa khas yang tidak bisa didapatkan dari kopi mana pun,” ujar Irman sambil menatap hamparan kebun hijau di sekelilingnya.
Sebagai penikmat kopi, Irman mengaku menemukan pengalaman berbeda di Lasi. Menurutnya, kopi bukan sekadar minuman, tetapi cerminan karakter daerah dan semangat warganya. “Kopi ini punya jiwa, punya cerita. Dari tangan-tangan petani yang penuh semangat dan cinta terhadap tanahnya,” ujarnya.
Kunjungan mantan Ketua DPD RI itu menjadi momentum penting bagi para penggiat kopi muda di Lasi. Untuk itu, Irman berharap Agam menjadi sentra kopi di Sumbar, melalui semangat Kopi Lasi Reborn menjadi inspirasi bagi daerah lain dan mendorong generasi muda untuk bertani.
“Kopi bisa menjadi gerakan ekonomi rakyat, sekaligus memperkuat jati diri daerah. Penikmat kopi bukan hanya mencari rasa, tapi juga makna di balik setiap tegukan,” katanya.
Dengan dukungan masyarakat, pemerintah, dan semangat generasi muda, Kopi Lasi Reborn menjadi lebih dari sekadar produk, ia adalah kisah tentang kebangkitan, kebersamaan, dan cinta terhadap tanah sendiri. Dari lereng Candung, aroma harum itu kini siap menembus dunia.
Rinal Wahyudi, pendiri komunitas Kopi Lasi Reborn mengisahkan perjalanan panjang kebangkitan kopi daerahnya. Dikatakannya, produksi kopi di Lasi sempat terpuruk sejak 2015 karena petani tidak mampu lagi menggarap lahan secara maksimal. Namun pandemi COVID-19 justru menjadi titik balik.
“Kopi Lasi Reborn muncul karena masa COVID-19 memaksa kami untuk berinovasi. Kami bukan petani murni, tapi kami belajar dari program pemerintah dan terus mencoba,” ujar Rinal.
Dari kegagalan demi kegagalan, para pemuda Lasi membangun kembali semangat bercocok tanam. Lasi Reborn lahir sebagai simbol kebangkitan, bukan hanya bagi petani, tetapi juga bagi generasi muda yang mulai mencintai kopi lokal.
“Kopi Lasi Reborn punya cita rasa khas karena jenis tanah dan ketinggian daerah. Kopi Arabika dari sini punya karakter kuat, asam manisnya seimbang, dan aromanya tajam,” katanya.
Setiap cangkir kopi yang diseduh di Lasi mengandung filosofi, kerja keras, kebersamaan, dan harapan. Tak heran, banyak penikmat kopi yang datang dari luar daerah hanya untuk mencicipinya langsung di lokasi. Ada yang datang pagi-pagi sekadar ingin menikmati udara dingin dan menyeruput secangkir kopi hangat, sambil berbincang di pondok bambu sederhana.
“Kami ingin menjadikan Lasi sebagai sentra kopi Sumbar. Kopi ini bukan hanya tentang bisnis, tapi tentang identitas dan kebanggaan,” kata Rinal.
Kini, Kopi Lasi Reborn tak hanya hadir di warung-warung lokal, tetapi juga sudah dilirik oleh pembeli dari Belanda, Italia, Jerman, hingga Jepang.
Dengan dukungan masyarakat, pemerintah, dan semangat generasi muda, Kopi Lasi Reborn menjadi lebih dari sekadar produk, ia adalah kisah tentang kebangkitan, kebersamaan, dan cinta terhadap tanah sendiri. Dari lereng Candung, aroma harum itu kini siap menembus dunia. (Gilang)










