Web Hosting
Web Hosting
Artikel

TUGAS TNI MENGAMANKAN KEJAKSAAN SEBAGAI ASET NEGARA, BUKAN INTERVENSI KASUS

125
×

TUGAS TNI MENGAMANKAN KEJAKSAAN SEBAGAI ASET NEGARA, BUKAN INTERVENSI KASUS

Sebarkan artikel ini

Oleh : Dr. Anton Permana (Aktifis dan Pengamat Geopolitik Pertahanan)

 

Badai serangan opini negatif dan sinisme terhadap TNI seakan-akan tidak ada berhentinya semenjak enam bulan Prabowo Subiyanto menjadi Presiden RI yang ke 8. Sejatinya hal ini wajar dalam negara demokrasi, dimana rakyat mempunyai kebebasan dalam memberikan kritik. Namun yang perlu menjadi catatan dan perhatian kita sebagai kelas masyarakat “Civil Society” adalah, sejauh mana sebuah opini dan kritikan dari masyarakat itu memang lahir secara original, genuin, dan organik?

 

Dengan rentannya dunia sosial media saat ini dari upaya rekayasa opini dari sekelompok elit maupun organisasi tertentu, untuk mengamankan dan mewujudkan kepentingannya?

 

Karena dalam ekosistem negara demokrasi “liberal” ala Indonesia saat ini, kehadiran “Buzzer” bayaran, bahkan para influencer dan tokoh nasional sekalipun, sangat rentan bahkan lazim digunakan sebagai “alat” cipta kondisi opini untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah. Namun kembali yang jadi masalah adalah ; Tentu masing2 pihak punya kepentingan dan tujuan tertentu. Ada yang organik karena “Value” nilai kebaikan. Namun lebih banyak lagi karena “by order” untuk kepentingan oppurtunity agenda tertentu juga.

 

Begitu juga yang terjadi dengan institusi TNI kita saat ini. Masih banyak kita lihat, bahagian masyarakat (khususnya kelompok elit borjuis) yang begitu seolah “alergi” dan bahkan benci serta anti apapun saja yang berbau TNI dalam pemerintahan. Dan seolah tidak mau tahu bahwa kedudukan TNI (atau militer) dalam sebuah negara berdaulat itu adalah ibarat tulang punggung negara. Yang bertugas sebagai penegak kedaulatan, serta melindungi segenap tumpah darah Indonesia dari semua ancaman. Baik dari dalam dan luar negeri, sesuai amanah konsritusi UUD 1945.

 

Kalau kemaren permasalahan RUU TNI yang di serang membabi buta atas nama HAM dan traumatik masa lalu. Sekarang, yang di permasalahkan tentang surat TR KASAD atas nama Panglima TNI tentang kerja sama kelembagaan TNI dengan pihak Kejaksaan di seluruh Indonesia. Yaitu, pengerahan prajurit TNI-AD untuk berpartisipasi dalam hal pengamanan gedung Kejaksaan secara bertingkat. Satu regu untuk Kejaksaan Negeri tingkat Kabupaten/Kota. Satu Pleton untuk Kejaksaan Tinggi tingkat Provinsi. Dan satu kompi untuk Kejaksaan Agung RI.

 

Kontras surat perintah atas nama Panglima TNI ini di goreng-goreng dan di obok-obok dengan narasi narasi yang sangat tendensius. Dan uniknya, kelompok yang bereaksi atas kebijakan ini selalu dari kelompok 4L alias “Loe Lagi, Loe Lagi”. Yang kalau kita petakan adalah dari kelompok gerakan “kiri” dan para kelompok agen-agen proxy gerakan liberal, yang mengatas namakan Demokrasi dan HAM.

 

Padahal, kalau kita lihat dari penjelasan pihak Kapuspen TNI yang kalau kita simpulkan lagi adalah :

1. Penempatan dan melibatkan prajurit TNI AD dalam hal pengamanan area gedung Kejaksaan, sudah sesuai dengan amanah UU TNI nomor 34 Tahun 2004, dimana salah satu tupoksi TNI dalam bentuk OMSP (Operasi Militer Selain Perang) adalah pengamanan objek vital nasional. Termasuk gedung-gedung pemerintahan strategis.

2. ⁠Penempatan prajurit TNI AD di Kejaksaan ini juga bentuk tindak lanjut dari kerjasama antar kelembagaan antara TNI dan pihak Kejaksaan Agung. Dimana, TNI juga menempatkan salah satu posisi sebagai Jampidum Militer (Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Militer). Artinya, TNI juga bahagian organik di dalam tubuh Kejaksaan khusus untuk permasalahan tindak pidana yang melibatkan oknum militer. Jadi sangat wajar, apabila TNI juga berkewajiban menjaga gedung dimana prajurit TNI juga mendapatkan penugasan.

3. ⁠Politik TNI itu jelas dan tegas adalah sebagai Politik Negara. Artinya, bukan berarti TNI harus dibuang jauh jauh dari pusat kekuasaan negara (Pemerintah). Justru TNI harus tetap hadir dalam kekuasaan apapun sebagai perwakilan entitas negara. Dan TNI tidak sama sekali terlibat dalam politik praktis. Bahkan “hak politik” TNI baik di pilih dan memilih pun tidak ada dalam Pemilu/Pilpres. Harus mengundurkan diri terlebih dahulu kecuali untuk beberapa posisi jabatan yang sudah di tentukan UU TNI yang baru. Yaitu 16 Kelembagaan dan Kementerian tertentu.

4. ⁠TNI itu terbiasa bertindak tiga langkah di depan cara pandang masyarakat biasa. Artinya, salah satu Tupoksi TNI itu dalam perspektif inteligent politik negara adalah ; Bagaimana mengeleminir sebuah ancaman besar yang akan datang, menjadi tidak ada. Tugas TNI lah untuk melakukan upaya “cegah dini” dan “tangkal dini” dari segala upaya ancaman yang dalam perspektif dunia inteligent itu ada yang tampak dan ada yang tidak tampak.

5. ⁠Maksudnya menurut analisa saya adalah ; Tentu TNI sudah melihat dinamika politik negara saat ini yang paling banyak di soroti dan sensitif terhadap stabilitas negara adalah permasalahan hukum. Dimana pihak Kejaksaan salah satu stake holders utamanya dalam penegakan hukum. Tapi bukan berarti TNI ingin masuk kedalam ranah penegakan hukum?? Itu sangat tidak mungkin dan bukan doktrin TNI. Sangat jauh dari panggang dan api. Namun pihak-pihak tertentu sengaja menggirin opini ini untuk menghasut dan menggrinig opini seolah TNI mau masuk ranah intervensi permasalahan hukum. Padahal sudah dengan tegas Kapuspen TNI menerangkan bahwa ; Prajurit TNI AD khususnya hanya untuk mengamankan gedung dan area Kejaksaan. Tidak akan terlibat apapun dalam tupoksi Kejaksaan lainnya. Bahkan sebaliknya, bagaimana kehadiran TNI itu dapat memberikan “rasa” kenyamanan, ketentraman, dan aman bagi seluruh petugas Kejaksaan itu sendiri.

 

Disini lah kita dengan sangat jelas dan terang benderang melihat, bagaimana seolah ada sekelompok orang, organisasi, yang seakan “terganggu” dan “terancam” kalau TNI hadir dan ikut berpartisipasi dalam pemerintahan. Kelompok ini seakan alergi dan ketakutan kalau TNI dekat dan bersatu bersama Rakyat. Lalu dibuatlah isu-isu menakutkan tentang TNI agar publik menjauhi TNI. Walau pada faktanya, TNI sudah dua dekade pasca Reformasi adalah institusi yang paling di percaya oleh rakyat. Dan yang melakukan riset serta survey itu adalah pihak luar TNI.

 

Sungguh sangat miris kalau kita lihat, ada bahagian dari anak bangsa ini, meskipun berlabel intelektual tetapi membabi buta membenci TNI. Mengabaikan segala bentuk aturan, amanat, regulasi serta “semangat” tentang jati diri TNI yang seharusnya menjadi kebanggaan kita semua. Karena TNI lah yang selalu hadir bersama rakyat dalam setiap kejadian Bencana, rusuh, Banjir, Longsor, serta membangunkan jalan jembatan dan infrastruktur di daerah daerah terpencil. Wallahu’alam.

 

Jakarta, 13 Mei 2025